sampai waktu habis

‘KATANYA kalau bersuamikan orang Jawa itu, suwargo nunut, neraka katut, ya?’ Reda Gaudiamo menirukan pertanyaan Emak yang ditujukan kepada lelaki yang ia pacari ketika itu.

Bukan bersedia menua bersama, melainkan yang tahu cara saling berkembang dan merawat perkembangan itu sampai waktu kita habis.

Aku yang sedang menyetir tidak bisa tidak tergelak mendengar itu. ‘Terus si Mak masih bilang begini lagi, “Saya nggak mau, ya, anak saya kebawa-bawa ke neraka.”’ Tawa kami pecah bersamaan. Emak, ibunya Reda, ini sungguh tak tertebak. Aku tertawa-tawa saban mendengar cerita Reda soal bagaimana Emak, perempuan Savu, menyikapi hubungan romantisnya dengan laki-laki Jawa. Mulutnya blak-blakan, tetapi banyak benarnya. Coba, kenapa pula urusan surga-neraka untuk kaum perempuan ditentukan oleh tindakan laki-laki?

‘Terus pacarmu saat itu jawab apa, Mbak?’ tanyaku penasaran.

‘Iya, saya akan berupaya agar Reda tidak masuk neraka.’

Tawa kami kembali pecah, memenuhi ruang mobil.

Reda beberapa hari berdiam di Jogja dan selalu ada saja cerita-cerita kecil tentang Mak dan Pak yang dia bagikan. Juga tentang adik perempuannya yang tinggal di Jerman dan adik laki-laki kembar yang sangat dia sayangi. Reda juga cerita kalau dia suka iri kepada si Pak yang mahir berbicara beberapa bahasa asing dan menguasainya secara otodidak. Inggris, Mandarin, Prancis, Italia, Belanda.

Obrolan bertema orangtua mendominasi hari-hari selama Reda di Jogja. Kami jadi mengingat-ingat bagaimana orangtua membesarkan kami, bagaimana juga sikap mereka soal percintaan-percintaan yang dijalani anak-anaknya.

‘Papa tidak pernah berkomentar apa pun tentang pacar-pacarmu?’ tanya Reda. Kami sore itu akan menonton pertunjukan Frans Hakkemars, seniman teater boneka dari Belanda di Studio Papermoon. Frans yang sedang residensi di Papermoon Puppet Theatre memberi dukungan kepada Reda dan aku ketika kami menjadi bagian dari rangkaian perayaan ulang tahun Papermoon yang ke-17. Kali ini, giliran kami mendukungnya.

‘Papa tidak pernah bertanya hal-hal seperti itu.’

Reda mengeluarkan suara rendah. Tapi, kataku, aku yakin sekali Papa tahu siapa-siapa saja laki-laki yang aku pacari. Dia hanya memilih tidak terlalu ikut campur. ‘Mungkin karena aku juga tak banyak komentar soal kehidupan percintaan Papa.’ Setelah Mama meninggal, aku juga pernah terang-terangan bilang ke Papa, aku tidak keberatan ia berpacaran atau menikah lagi. Waktu itu aku masih SMA.

‘Aku juga bilang begitu ke Pak,’ sahut Reda.

***

SEPENDEK ingatanku, hanya satu kali Papa mengajak aku bicara soal sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki ataupun percintaan. Rumah Papa—dia membeli rumah ini untuk ditempati anak-anaknya yang berkuliah di Malang dan Surabaya, sering diinapi kawan-kawanku. Papa mengenal nyaris semua kawan dekatku. Dia menambah jumlah kamar di rumah agar beberapa kawanku bisa punya kamar sendiri jika sedang di rumah kami. Papa juga selalu mentraktir kawan-kawannku, para mahasiswa berkantong pas-pasan, makan enak. Jika Natal tiba, Papa selalu mengingatkanku agar tak lupa membeli kue Natal dan memasak sesuatu yang istimewa agar Mia, salah satu sahabatku yang berasal dari Sumut, bisa tetap merasakan Natal bersama keluarga meski dia tak mudik.

Satu waktu, ketika ada satu kawanku menginap di rumah, Papa pulang. Dia cuti dan memutuskan menghabiskan waktunya di Malang. Kawanku ini sudah berhari-hari lari dari keluarganya dan sembunyi di kamarku. Hubungan percintaan dengan lelaki yang dia pilih tak disetujui orangtuanya. Kawanku kabur dan muncul di rumahku dengan wajah seputih kertas. Bibirnya, aku ingat, berwarna pias semu biru. Berkali-kali ia memegang perutnya. Aku tak banyak tanya. Hanya buru-buru menuntunnya ke kamar, menyeka badannya yang lengket keringat dengan air panas, dan mengganti pakaiannya yang lembap dengan pakaian bersih kering. Sepanjang malam kawanku menangis tanpa henti dan aku berkali-kali pula harus mengepel lantai kamar yang dibercaki darah dan mengganti seprai.

windy ariestanty

Author: windy ariestanty

a writer who loves traveling and falling in love with places she hasn't visited and people she hasn't met yet. she thinks that she is the wind.

34 thoughts on “sampai waktu habis”

  1. Bagus sekali kak Windy. Almarhum bapakku sudah meninggal 20 tahun lalu. Tapi sebulan kemarin entah kenapa aku rindu pada bapakku. Mungkin karena aku sedang mengandung dan anakku tidak akan melihat eyang kakungnya. Tanggal 14 September 2023, ibu mertua meninggal. Aku tinggal di rumah mertua. Aku melihat bagaimana suamiku mengadzani ibu mertua di liang lahat. Benar – benar sedih. Insya Allah, aku bisa kuat dalam kehamilanku dan persalinanku Desember nanti.

    1. Mbak dewi, terima kasih sudah mau membaca cerita yang agak panjang ini. aku turut berduka cinta untuk kehilangan yang tengah dirasakan oleh keluargamu. aku berharap kehamilan dan persalinanmu lancar. ambil waktu sebanyak-banyaknya, pelan-pelan saja. kita berhak bersedih, sebagaimana kita berhak menjalani hari dengan sebaik-baiknya meski tidak sedang baik-baik.

  2. Om Tris memang orang baik, sudah seperti bapak sendiri, masih teringat obrolan obrolan kecil sewaktu main ke rumah. 1000 hari Om Tris hampir bersamaan dengan 1000 hari bapak , semoga beliau selalu mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT ..big hug t’nday

    1. hai, nita! terima kasih, ya, saban main ke rumah selalu menyempatkan ngobrol sama papa. kami berharap bapak mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. peluk jauh dari kami semua, anak-anak papa.

    1. Sebuah cerita yg ringan, indah dan hangat.
      Om Tris sosok yg sekeren itu yaa.. Kak W pasti bangga & bahagia memiliki Om Tris yaa.. Ku jadi ter inspirasi sosok Om Tris.
      Terima kasih Kak W sudah berbagi cerita ini. Sehat & bahagia selalu yaa..

  3. Hai, Kak W. Terima kasih ya sudah mau berbagi. Ayah saya juga sudah pergi duluan 13 tahun yang lalu. Baca ini, tentu saja bikin kran air mata bocor dan ingat Ayah Selalu suka cara Kak W merangkai kata, menjalani dan memaknai hidup. Semoga Kak W selalu sehat, dimudahkan-dilancarkan segala urusan-perjalanan, dan tetap bisa berbagi lewat tulisan-tulisan

  4. Baru pertama X buka n baca blog ini. Wawwww, u r soooooo blessed punya Pa2 yg amat sangat bijak. Dunia perlu lebih banyak ayah yg spt beliau.

  5. Ceritanya sangat bikin iri, kak W.
    Aku iri karena kak W punya ayah dengan cara berpikir yang terbuka dan luas sekali, yang tidak dipunyai ayahku. Pasti bangga dan senang sekali ya jadi anaknya beliau. Doaku, semoga kak W selalu bisa ‘menyala’ dan memberi ‘rasa’ seperti almarhum ya!

    Sehat selalu, kak. Dan semoga bisa bertemu lagi di patjarmerah kelilingnya! Dan, terima kasih karena sudah menulis dan membagikan ceritamu, kak.

  6. Tulisan yang sangat indah. Kesejukan dari cerita ini terasa sekali. Terimakasih sudah berbagi kehangatan dari tulisan mu, Kak W

  7. hi kak Windy..
    Indah sekali tulisanmu tentang kakak beradik dan bagaimana Papa-mu berhasil menjadi orang tua.
    Semoga aku dan suami bisa menjadi orang tua seperti Papa-mu, dengan cara kami.
    Terima kasih ceritanya

  8. ceritanya hangat sekali, kak w jujir aku berharap bisa baca cerita tentang kehangatan keluarga dan tokoh “papa” di cerita ini versi lebiiih panjang. adakah kemungkinan skan bikin full version berbentuk buku kak? kalau iya, aku gak sabar banget buat baca dsn meminang bukunya!

  9. Keren banget sosok Papanya. Merinding bacanya. Hal yg paling aku inginkan, menjadi orang tua yg jadi tempat anak-anak selalu kembali. Terimakasih sudah sharing cerita ini. No wonder Mba W keren.

  10. Mba W terima kasih untuk kisah yang menghangatkan hati dan penuh dengan makna, ketika saya baca saya sangat merasakan sosok Ayah walaupun tidak pernah berjumpa. Dan memberikan pandangan lebih luas terkait hubungan romantisme suami-istri untuk ‘menua bersama’.

  11. Selalu menyenangkan membaca tulisan Windy.
    Ada makna terdalam yang terbungkus nilai moral tentang hidup dan realita.

    Terima kasih telah berbagi cerita.
    Semoga Papa selalu senantiasa menjaga anak-anaknya untuk tetap berbuat baik.

  12. Indah banget.. Terasa tenang ya runutan nya… Mengalir damai. How lucky you are punya papa yg luar biasa… Papa pasti bahagia di kenang sedemikian indah oleh anaknya.

  13. Terima kasih sudah menulis sehangat ini. Saya baru 1 tahun belajar jadi orang tua. Tiba2 saya merasa kenal dengan Om Tris. Rest in love om. Semangat menulis juga ya ^^

  14. seandainya papaku bisa sperti papa km mbak wind… seandainya dia bisa bersikap sperti seorg ayah tpi begitulah manusia, mgkin jika papa tak mengabaikan aku smpai saat ini aku mgkin tak bisa mencapai kehidupanku yg bahagia dg anak2ku… cucu2 yg dia abaikan… doaku semoga beliau panjang umur sehat selalu

  15. Kak W, terima kasih untuk ceritanya-ceritanya ya. Tidak terasa sudah 1000 hari papa Kak W sudah berpulang. Di hari ketika membaca “mencintai sampai mati”, aku sebagai pembaca ikut patah hati. Selang setahun kemudian seminggu setelah papa berpulang “dua puluh empat desember” buatku pribadi jadi bacaan yang membuat hati terasa campur aduk. Hari ini membaca “sampai waktu habis” muncul di saat rindu dengan papa yang seminggu lagi adalah hari lahirnya. Sekali lagi terima kasih ya, Kak W.

  16. Kak W, terima kasih untuk ceritanya-ceritanya ya. Tidak terasa sudah 1000 hari papa Kak W sudah berpulang. Di hari ketika membaca “mencintai sampai mati”, aku sebagai pembaca ikut patah hati. Selang setahun kemudian seminggu setelah papa berpulang “dua puluh empat desember” buatku pribadi menjadi bacaan yang membuat hati terasa sangat campur aduk. Hari ini membaca “sampai waktu habis” muncul di saat rindu dengan papa yang seminggu lagi merupakan hari lahirnya. Sekali lagi terima kasih ya, Kak W.

  17. I miss my dad so much after read this. Kak win semoga papa kita berteman d surga sana jadi mereka bisa saling cerita tentang kita anak-anak mereka yang bertumbuh menjadi pribadi luar biasa karena hidup dari nasihat2 yang juga d berikan dr laki2 luar biasa. Desember nanti tepat 10 tahun papa ku berpulang dan aku berencana menuliskan cerita tentang nya se indah dirimu menuliskan cerita seindah ini ttg papa mu. Kiss kiss for u kak win….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *