AKU akan memulai cerita ini dengan sebuah pengakuan: aku adalah seorang mantan pencuri kue sultana.
Karierku sebagai pencuri kubangun sewaktu duduk di sekolah dasar. Semua bermula dari peraturan makan kue yang diberlakukan di rumah oleh Mama dan Mantet—panggilan untuk ama atau nenekku. Tidak banyak hal yang aku ingat tentang Mama. Dari yang tak banyak itu, yang paling membekas adalah kemahirannya membuat kue, terutama sultana dan nastar. Kepandaian mamaku membuat beragam kue, mulai dari kue basah, bolu, tar, sampai kue kering, ini sungguh tersohor. Ke mana pun kami pindah dan tinggal, Mama selalu jadi yang paling jago membuat kue dan kerap dimintai mengajar ibu-ibu lainnya. Sebulan sekali, setiap akhir pekan, garasi, teras rumah, atau dapur ia sulap jadi tempat belajar membuat kue.
Setiap ulang tahun, kue tar kami adalah buatan Mama. Bentuknya macam-macam. Waktu kakakku ulang tahun, ia dapat kue tar bertingkat dengan mawar yang merekah di setiap tingkatnya. Waktu adikku ulang tahun, ia dapat kue tar berbentuk mobil warna merah yang jadi kesukaannya. Waktu aku ulang tahun, gue tarku berbentuk tiga badut. Entah mengapa begitu.
Continue reading “pencuri sultana”