PAPA sedang cuti di Malang ketika aku bersama sahabatku datang kepadanya. Sahabatku akan menikah, tetapi ia dan pasangannya beda keyakinan. Keluarga lelaki—saat itu—tak merestui. Sahabatku meminta Papa menjadi wali bagi pasangannya.
Papa mengangguk. Dia mengenal baik sahabatku dan pasangannya sejak kami di bangku kuliah. Setiap kali Papa pulang ke Malang, selalu ada saja kiriman makanan dari keluarga sahabatku.
‘Biar ada makanan buat Om Tris di rumah,’ begitu kata Tante, mama sahabatku. Padahal yang diberi makan oleh Tante tentu saja kami semua. Buat Papa, sahabatku dan pasangannya ini sudah seperti anak sendiri. Papa hadir di semua acara, baik pernikahan di masjid maupun di gereja. Dia juga berdiri di pelaminan—bersama kakakku—menyambut tamu yang datang bersama orangtua sahabatku. Itu pernikahan yang ganjil karena hampir semua kawan karibku mengenal Papa. Mereka tertawa-tawa mendapati Papa berada di pelaminan yang bukan aku pengantinnya. Kawan-kawanku selalu bilang aku sungguh diberkahi memiliki ayah seperti Papa.
Aku bertanya ke Papa, bagaimana jika aku memutuskan tidak menikah dan hanya hidup bersama?
Pastikan lelakimu bertanggung jawab dan punya cinta yang luas. Kau pun.
Bagaimana jika kami beda keyakinan? Atau bagaimana jika aku ganti keyakinan?
Lakukan itu untukmu, bukan untuk lelakimu atau orang lain. Keyakinanmu ada dalam dirimu, bukan pasanganmu.
Bagaimana kalau Papa masuk neraka karena tindakanku itu?
Kalau itu yang terjadi, Papa tidak apa-apa masuk neraka. Setidaknya di neraka, kita tahu kita bersama siapa.
Tidak sekalipun Papa bertanya kapan aku akan menikah. Selalu saja orang lain yang membaweli hal ini. Ia menjawab santai saja, ‘ Dia yang menjalani hidupnya, kok, kalian yang pusing?’ atau ‘Kalau dia belum atau tidak menikah, apakah itu akan merepotkan kalian?’ Dan mulut-mulut nyinyir itu bungkam. Malah aku yang pernah bertanya ke Papa, mengapa dia belum juga menikah lagi. Jawabannya tajam betul. ‘Cari pasangan itu bukan buat menemani atau merawat pas kita tua. Cari pasangan itu yang bisa tetap saling berkembang, meski kita sudah tua.’
Kurasa, jawaban Papa yang satu itu juga yang mengubah caraku melihat bagaimana relasi romantis ditumbuhkan. Kita seharusnya tidak mencari pasangan yang bersedia menua bersama, melainkan yang tahu cara saling berkembang dan merawat perkembangan itu sampai waktu kita habis. Begitulah waktu tumbuh bersama menjadi sangat dihargai.
***
REDA dan aku tiba di Bantul tepat waktu. Pertunjukan boneka oleh Frans akan dimulai sepuluh menit lagi. Selagi menyusuri setapak di hutan kecil menuju studio, kupikir-pikir aku baru saja menceritakan satu hal penting dan sangat pribadi.
Tentang surga dan neraka yang dipilih, bukan diberi atau terberi, bukan juga nunut—numpang, apalagi katut—terbawa. [13]
*** Penafian: Ditulis di Jogjakarta pada 23 April 2023. Diunggah hari ini untuk memperingati 1000 Hari Kepulangan Papa, 10 Oktober 2023.
Indah sekali Kak W! Papa pasti senang sekali disana.
hai, yossi. Terima kasih sudah singgah. Iya, aku juga sangat meyakini dia berbahagia di sana.
Bagus sekali kak Windy. Almarhum bapakku sudah meninggal 20 tahun lalu. Tapi sebulan kemarin entah kenapa aku rindu pada bapakku. Mungkin karena aku sedang mengandung dan anakku tidak akan melihat eyang kakungnya. Tanggal 14 September 2023, ibu mertua meninggal. Aku tinggal di rumah mertua. Aku melihat bagaimana suamiku mengadzani ibu mertua di liang lahat. Benar – benar sedih. Insya Allah, aku bisa kuat dalam kehamilanku dan persalinanku Desember nanti.
Mbak dewi, terima kasih sudah mau membaca cerita yang agak panjang ini. aku turut berduka cinta untuk kehilangan yang tengah dirasakan oleh keluargamu. aku berharap kehamilan dan persalinanmu lancar. ambil waktu sebanyak-banyaknya, pelan-pelan saja. kita berhak bersedih, sebagaimana kita berhak menjalani hari dengan sebaik-baiknya meski tidak sedang baik-baik.
Hangat dan manis sekali ceritanya. ❤️ Terima kasih sudah berbagi cerita, Kak W. Suka sekali dengan pesan Papa Kak W perihal cari pasangan
Om Tris memang orang baik, sudah seperti bapak sendiri, masih teringat obrolan obrolan kecil sewaktu main ke rumah. 1000 hari Om Tris hampir bersamaan dengan 1000 hari bapak , semoga beliau selalu mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT ..big hug t’nday
hai, nita! terima kasih, ya, saban main ke rumah selalu menyempatkan ngobrol sama papa. kami berharap bapak mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. peluk jauh dari kami semua, anak-anak papa.
Kak W, no wonder kakak bisa sekeren itu, papa kakak lebih keren dan inspiratif soalnyaaa. Rest in Peace, Om!
terima kasih. semua anak pasti punya sisi keren, warisan orangtuanya. he-he.
Menyentuh sekali, Mba W. Jadi ngefans sama Papa Mba W. Dia pasti bahagia dan bangga sama Mba W di sana.
Salam hangat,
Nara
nara, kamu baik sekali mau menggunakan waktumu untuk membaca tulisan panjang ini. terima kasih ya.
Sebuah cerita yg ringan, indah dan hangat.
Om Tris sosok yg sekeren itu yaa.. Kak W pasti bangga & bahagia memiliki Om Tris yaa.. Ku jadi ter inspirasi sosok Om Tris.
Terima kasih Kak W sudah berbagi cerita ini. Sehat & bahagia selalu yaa..
Hai, Kak W. Terima kasih ya sudah mau berbagi. Ayah saya juga sudah pergi duluan 13 tahun yang lalu. Baca ini, tentu saja bikin kran air mata bocor dan ingat Ayah Selalu suka cara Kak W merangkai kata, menjalani dan memaknai hidup. Semoga Kak W selalu sehat, dimudahkan-dilancarkan segala urusan-perjalanan, dan tetap bisa berbagi lewat tulisan-tulisan
Ahh, cinta betul aku denganmu kak Windy!
Baru pertama X buka n baca blog ini. Wawwww, u r soooooo blessed punya Pa2 yg amat sangat bijak. Dunia perlu lebih banyak ayah yg spt beliau.
Ceritanya sangat bikin iri, kak W.
Aku iri karena kak W punya ayah dengan cara berpikir yang terbuka dan luas sekali, yang tidak dipunyai ayahku. Pasti bangga dan senang sekali ya jadi anaknya beliau. Doaku, semoga kak W selalu bisa ‘menyala’ dan memberi ‘rasa’ seperti almarhum ya!
Sehat selalu, kak. Dan semoga bisa bertemu lagi di patjarmerah kelilingnya! Dan, terima kasih karena sudah menulis dan membagikan ceritamu, kak.
Ini gak ada tombol like ya?
he-he. nggak ada.
Mba tulisannya bagus sekali.. apalagi prinsip “bertanggungjawablah” itu juga aq pegang dari ibuk bapakku
Tulisan yang sangat indah. Kesejukan dari cerita ini terasa sekali. Terimakasih sudah berbagi kehangatan dari tulisan mu, Kak W
hi kak Windy..
Indah sekali tulisanmu tentang kakak beradik dan bagaimana Papa-mu berhasil menjadi orang tua.
Semoga aku dan suami bisa menjadi orang tua seperti Papa-mu, dengan cara kami.
Terima kasih ceritanya
ceritanya hangat sekali, kak w jujir aku berharap bisa baca cerita tentang kehangatan keluarga dan tokoh “papa” di cerita ini versi lebiiih panjang. adakah kemungkinan skan bikin full version berbentuk buku kak? kalau iya, aku gak sabar banget buat baca dsn meminang bukunya!
Keren banget sosok Papanya. Merinding bacanya. Hal yg paling aku inginkan, menjadi orang tua yg jadi tempat anak-anak selalu kembali. Terimakasih sudah sharing cerita ini. No wonder Mba W keren.
Mba W terima kasih untuk kisah yang menghangatkan hati dan penuh dengan makna, ketika saya baca saya sangat merasakan sosok Ayah walaupun tidak pernah berjumpa. Dan memberikan pandangan lebih luas terkait hubungan romantisme suami-istri untuk ‘menua bersama’.
Selalu menyenangkan membaca tulisan Windy.
Ada makna terdalam yang terbungkus nilai moral tentang hidup dan realita.
Terima kasih telah berbagi cerita.
Semoga Papa selalu senantiasa menjaga anak-anaknya untuk tetap berbuat baik.
Indah banget.. Terasa tenang ya runutan nya… Mengalir damai. How lucky you are punya papa yg luar biasa… Papa pasti bahagia di kenang sedemikian indah oleh anaknya.
Bagus banget kak Windy
Terima kasih sudah menulis sehangat ini. Saya baru 1 tahun belajar jadi orang tua. Tiba2 saya merasa kenal dengan Om Tris. Rest in love om. Semangat menulis juga ya ^^
seandainya papaku bisa sperti papa km mbak wind… seandainya dia bisa bersikap sperti seorg ayah tpi begitulah manusia, mgkin jika papa tak mengabaikan aku smpai saat ini aku mgkin tak bisa mencapai kehidupanku yg bahagia dg anak2ku… cucu2 yg dia abaikan… doaku semoga beliau panjang umur sehat selalu
Kak W, terima kasih untuk ceritanya-ceritanya ya. Tidak terasa sudah 1000 hari papa Kak W sudah berpulang. Di hari ketika membaca “mencintai sampai mati”, aku sebagai pembaca ikut patah hati. Selang setahun kemudian seminggu setelah papa berpulang “dua puluh empat desember” buatku pribadi jadi bacaan yang membuat hati terasa campur aduk. Hari ini membaca “sampai waktu habis” muncul di saat rindu dengan papa yang seminggu lagi adalah hari lahirnya. Sekali lagi terima kasih ya, Kak W.
Kak W, terima kasih untuk ceritanya-ceritanya ya. Tidak terasa sudah 1000 hari papa Kak W sudah berpulang. Di hari ketika membaca “mencintai sampai mati”, aku sebagai pembaca ikut patah hati. Selang setahun kemudian seminggu setelah papa berpulang “dua puluh empat desember” buatku pribadi menjadi bacaan yang membuat hati terasa sangat campur aduk. Hari ini membaca “sampai waktu habis” muncul di saat rindu dengan papa yang seminggu lagi merupakan hari lahirnya. Sekali lagi terima kasih ya, Kak W.
I miss my dad so much after read this. Kak win semoga papa kita berteman d surga sana jadi mereka bisa saling cerita tentang kita anak-anak mereka yang bertumbuh menjadi pribadi luar biasa karena hidup dari nasihat2 yang juga d berikan dr laki2 luar biasa. Desember nanti tepat 10 tahun papa ku berpulang dan aku berencana menuliskan cerita tentang nya se indah dirimu menuliskan cerita seindah ini ttg papa mu. Kiss kiss for u kak win….
Terima kasih sudah berbagi cerita ini, Win. Bagusss banget.. Terasa hangat dan menyentuh
ah.. hatiku hangat sekali baca tulisan-tulisanmu, kak. sungguh. aku jadi rindu mereka yang sudah berpulang.. 🙂